4 Juli 2010

Sebuah pertarungan antara nasip, karier dan pengumpulan angka kredit

“Hubungan antara penilik dengan pamong belajar di daerah kami kurang begitu harmonis pak, termasuk ketika kami harus mengurus penilaian angka kredit juga belum ada kejelasan.” Kata Adi Suryo, pamong belajar yang ditempatkan di kecamatan, bukan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
Apa yang disampaikan itu juga dibenarkan oleh kawan-kawannya yang senasib pada kegiatan “Temu Akrab” antara ketua Ikatan Pamong Belajar Indonesia (IPABI) dengan pamong belajar yang berlangsung di SKB Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Masalah yang begini memang tidak hanya terjadi di sini saja, di daerah lain pun masih sering ditemui ketidak harmonisan relasi antara pamong belajar dengan penilik. Mungkin ini dikarenakan minimnya komunikasi maupun adanya beban psikologis yang sulit dilepaskan, seperti masalah senioritas, pemilik kewilayahan dan masalah ikutan lainnya sesuai dengan latar belakang masing-masing.
Siang itu, kamis (18/2) di ruang belajar SKB, memang banyak berbicara nasip dari pamong belajar. Konon, menurut informasi dari Fakih Usman, mereka adalah mantan Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) yang telah diangkat menjadi PNS dengan SK sebagai pamong belajar yang tidak ditempatkan di SKB, tetapi tetap ditempatkan di kecamatan dimana mereka dulu mengabdi sebagai TLD. Masalah baru muncul ketika tidak ada kejelasan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berimplikasi langsung pada sulitnya pengumpulan angka kredit sebagai prasarat untuk naik pangkat dan jabatan bagi tenaga fungsional pamong belajar. Mereka selama ini tugasnya masih tetap membantu penilik seperti ketika mereka berstatus TLD, walaupun jika ditinjau dari tingkat pendidikannya, para TLD cukup dan mampu bersaing dengan para penilik yang nota bene sudah senior, sudah banyak makan asam garam pendidikan nonformal. “Belum ada kebijakan maupun payung hukum untuk menempatkan mantan TLD ke SKB. Perlu ada hitam diatas putih untuk memindahkan pamong belajar dari kecamatan ke SKB.” Ujar Anshori, pamong belajar senior pindahan dari SKB Lumajang, Jawa timur.
Dialog yang dihadiri oleh Sigit, staf dari P2PNFI ini juga menginformasikan bahwa akan ada sosialisasi massal tentang peraturan Penetapan Angka Kredit bagi pamong belajar yang baru, ketika nanti Kep men dan Per men di sahkan dan di tanda tangani. Fauzi, sebagai ketua umum IPABI juga mengatakan bahwa permasalahan ini akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait, Cuma, masalahnya, jika seluruh pamong belajar yang ada di kecamatan dimasukkan di SKB, kira-kira apa yang akan dikerjakan, mengingat program di SKB hanya sedikit yang didukung anggaran pemerintah. Kecuali jika pamong belajar dengan penuh kreatif membuat program PNF mandiri yang dikelola secara swadana. “Seandainya bisa masuk semua di SKB, maka pamong SKB Kabupaten Pati akan berjumlah 30 orang. Apakah itu mungkin ? Kata Anshori menambahkan.
Inilah salah satu kendala dalam penataan keberadaan pamong belajar ditengah-tengah otonomi daerah. Karena kenyataannya, masih banyak pejabat daerah yang belum tahu tentang apa itu pamong belajar besert atupoksinya sebagai ujung tombak suksesnya program PNF di daerah. Disinilah, barangkali, keberadaan IPABI menjadi penting untuk menyuarakan nasib pamong belajar dan memperjuangkan tingkat kesejahteraan anggotanya. Tentunya harus dibarengi dengan upaya meningkatkan kompetensi (SDM pamong belajar maupun program yang benar-benar terasakan manfaatnya oleh kelompok sasaran) dan kinerja, sehingga ke depan, keberadaan pamong belajar bisa diperhitungkan karena prestasinya mengemas program PNF yang memberdayakan, bermanfaat bagi masyarakat serta dapat dilihat hasilnya .
Dari pertemuan itu pula diperoleh kabar bahwa sudah ada beberapa orang pamong belajar yang telah berhasil memilih untuk melimpah ke jalur sekolah sebagai guru atau ke bidang lain diluar ke pamongan sebagai medan pengabdian untuk mendapatkan kepastian massa depan terkait dengan karier dan kesejahteraan. [ebas/humas ipabi)

Tidak ada komentar:

Free Music Online Free Music Online